Asal Mula Dusun Mati Di Magelang
Jika di Pati ada desa Condro yang penduduknya tersisa 4 kepala keluarga, berbeda dengan lagi dengan dusun mati di salah satu desa Magelang. Dusun Putingan yang ada di Desa Dlimas Magelang menjadi mati setelah penghuninya meninggalkan dusun tersebut secara misterius.
Dahulu Dusun Puntingan dihuni oleh 10 kepala keluarga yang terhitung saudara dekat yang lahi dan besar di Dusun Putingan. Namun sekitar tahun 1985, satu persatu warga tersebut mulai meninggalkan dusun tersebut. Ada yang merantau ke Sumatera, ada juga yang pindah dengan sebab yang tidak jelas.
Kepala Desa Dlimas Saebani mengatakan, dulunya Dusun Puntingan penghuninya banyak, semakin berkurang seiring berjalannya waktu.
"Cerita itu dulu pada waktu Belanda karena puntingan itu juga rumah-rumahnya banyak, tapi setelah ganti tahun penghuni sama pindah, meninggal. Akhirnya sampai semua penghuninya tidak ada yang berani menghuni di wilayah Puntingan," tuturnya.
"(nggak berani) Ya dikarenakan memang orang tuanya sudah meninggal dengan adanya pergantian zaman itu anak-anaknya itu sama pindah ke ada Sumatera, ada yang ke dusun sebelah, seperti itu," tuturnya.
Saat disinggung apakah kepentingan karena diganggu makhluk halus, kata dia, tidak mengetahuinya.
Posisi dusun ini berdekatan dengan Desa Dawung dan Tobanan, masing-masing desa berjarak hanya sekitar 300-an meter. Namun, hanya ada satu akses jalan menuju Dusun Puntingan, yakni melewati jalanan setapak. Jalan setapak ini cukup jauh dari jalan raya. Jaraknya, sekitar 1 kilometer untuk masuk ke dalam dusun.
Kondisi jalan pun terbilang susah untuk dilewati karena masih beralaskan bebatuan, membuat kontur jalan menjadi bergelombang dan naik turun. Di sepanjang jalan menuju Dusun Puntingan tersebut, pada sisi kanan dan kiri jalan hanya ada hutan bambu yang tak terurus.
Meskipun dibilang dusun mati, bekas lokasi Dusun Puntingan, Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, ternyata masih menyisakan tanda-tanda kehidupan. Hal ini karena masih ada musala yang berdiri dan masih digunakan di lokasi tersebut.
Musala ini pun dilengkapi dengan tempat wudhu dengan air yang mengalir. Musala ini masih digunakan sesekali oleh penduduk sekitar dusun untuk beribadah selepas mencari bambu dan orang orang berziarah. Peziarah yang dimaksud yakni menuju makam Raden Rahmat yang jaraknya dari Dusun Puntingan sekitar 200 meter. Meski tak jauh, akses menuju makam Raden Saleh hanya berupa jalan setapak. Makam Raden Rahmat hingga saat ini masih sering diziarahi pada malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon.
Penghuni terakhir Dusun Puntingan adalah keluarga Istiono. Rumah paling ujung sebelah timur dusun itu dihuni Istiono bersama istrinya. Lama sekali Istiono dan istrinya menempati rumah terakhir di Dusun Puntingan. Rumah-rumah lainnya sudah tidak lagi berbentuk bangunan karena diselimuti tanaman liar merambat.
Sekitar tahun 2020, Istiono jatuh sakit dan meninggal. Rumah lalu dikosongkan karena istri Istiono kemudian ikut sakit dan diboyong anaknya yang tinggal di Koripan, Tegalrejo.
Baca Juga :