Belajar Dari Jepang Dalam Menghadapi Gempa Bumi
Gempa baru saja menimpa Indonesia, tepatnya di Kabupaten Cimahi Jawa Barat. Gempa berkekuatan M 5,6 telah memakan banyak korban. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), banyaknya korban disebabkan oleh karakter bangunan yang tidak tahan gempa.
Untuk menghadapi gempa, Indonesia patut belajar dari Jepang. Jepang terletak di sepanjang Cincin Api Pasifik, zona imajiner berbentuk tapal kuda yang mengikuti tepi Samudra Pasifik. Berdasarkan Survei Geologi AS (USGS), 81 persen gempa bumi terbesar di dunia terjadi di zona aktif ini. Tak heran, Jepang kerap dilanda gempa besar. Terbaru, gempa berkekuatan M 7,3 mengguncang Negeri Sakura pada Maret 2022.
Untuk menghadapi gempa yang sering terjadi di Jepang, pemerintah Jepang telah sejak lama melatih warganya untuk bersiap terhadap kemungkinan terjadinya gempa bumi, dan juga tsunami. Persiapan dan pelatihan tersebut bahkan telah diberikan kepada anak usia sekolah dasar.
Simulasi gempa bumi di sekolah
Melansir laman Kids Web Japan yang dikelola oleh Kementerian Luar Negeri Jepang, simulasi gempa bumi secara rutin diadakan di sekolah-sekolah dasar di Negeri Sakura.
Anak - anak diajarkan jika gempa bumi terjadi untuk berlindung di bawah meja, dan berpegangan pada kaki meja hingga guncangan gempa selesai. Kemudian guru akan membimbing murid - murid keluar dari gedung satu - persatu sambil memanggil nama mereka untuk memastikan semua anak aman dan selamat.
Sekolah juga terkadang bekerja sama dengan pihak pemadam kebakaran untuk mengadakan simulasi menghadapi gempa bumi.
Sekolah sebagai tempat pengungsian
Jika gempa bumi dahsyat terjadi saat jam pelajaran di sekolah, para siswa akan menunggu di sekolah dengan didampingi gurunya sampai seseorang dari rumah datang menjemput. Hal tersebut dilakukan karena ada kemungkinan bahaya yang bisa terjadi ketika mereka memutuskan pulang ke rumah sendirian, atau tempat tinggal mereka rusak akibat gempa dan orang tua mereka telah mengungsi ke tempat lain.
Latihan menunggu di sekolah itu juga diajarkan di sekolah dalam simulasi gempa bumi.
Kualitas bangunan
Dalam suatu bangunan, ada dua tingkat ketahanan utama yang dikerjakan para insinyur, dikutip dari BBC. Pertama, bangunan tahan terhadap gempa lebih kecil yang mungkin dialami bangunan sebanyak tiga atau empat kali dalam masa pakainya. Untuk bangunan ini, kerusakan apa pun yang memerlukan perbaikan tidak dapat diterima. Bangunan harus dirancang dengan baik sehingga dapat lolos dari gempa bumi ini tanpa cedera. Tingkat ketahanan kedua adalah menahan gempa bumi ekstrem yang lebih jarang terjadi, seperti gempa Kanto 1923 bermagnitudo 7,9 yang menghancurkan Tokyo dan Yokohama. Untuk gempa dengan magnitudo lebih besar dari patokan ini, melestarikan bangunan dengan sempurna bukan lagi tujuan. Namun, setiap kerusakan yang tidak menyebabkan korban manusia dapat diterima.
Peringatan gempa di ponsel
Setiap ponsel pintar di Jepang dipasang dengan sistem peringatan gempa dan tsunami. Peringatan akan sampai ke pemilik ponsel pintar sekitar 5-10 detik sebelum bencana terjadi. Dengan demikian, penduduk masih memiliki waktu untuk segera mencari perlindungan, seperti misalnya, dengan berlindung di bawah meja. Sistem ini mengeluarkan suara otomatis "Jinshin desu! Jihshin desu!" yang berarti ada gempa bumi.
Kereta peluru
Jepang memiliki jaringan kereta peluru atau shinkansen. Untuk memastikan keselamatan penumpang, kereta dilengkapi dengan sensor gempa yang akan menghentikan laju kereta yang bergerak. Gempa berkekuatan 9,0 magnitudo pada 2011, ada 27 kereta peluru yang beroperasi. Setiap kereta itu berhenti saat gempa-gempa kecil mulai mengguncang. Pada saat gempa besar menghantam, kereta peluru benar-benar berhenti sehingga tidak ada korban tewas atau bahkan terluka.
Siaran TV
Ketika gempa muncul, seluruh stasiun televisi Jepang langsung beralih pada siaran gempa. Penduduk dipastikan mendapat informasi cukup untuk tetap aman. Cakupan informasi itu seperti bagaimana mencari perlindungan, apakah ada tsunami, dan masyarakat masih punya waktu untuk pindah ke lokasi yang lebih tinggi.
Ransel darurat
Untuk meminimalkan korban, Pemerintah Jepang memberikan panduan tentang cara bertahan terhadap bencana alam. Ransel darurat yang berisi senter, obat-obatan, selimut, masker, tali, radio, toilet portabel, dan sejumlah makanan disediakan di setiap rumah tangga. Peralatan darurat itu cukup untuk bertahan hidup selama tiga hingga tujuh hari. Setiap pusat evakuasi seperti ruang olahraga di sekolah dilengkapi dengan helm, selimut, senter, makanan, dan sebagainya untuk melayani kebutuhan masyarakat yang mengungsi. Peran ibu rumah tangga
Peran ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga di Jepang memainkan peran penting terhadap penanganan bencana. Gempa biasanya berdampak pada pipa gas yang bisa menyebabkan ledakan dan kebakaran. Mereka dilatih untuk mematikan gas dan listrik, serta cara membuka pintu yang sulit dibuka akibat gempa. Para ibu juga memiliki tugas penting lainnya, yaitu memeriksa ransel darurat secara reguler dan mengganti barang-barang yang sudah kedaluwarsa dan rusak.
Baca Juga :