Diduga Pilot Bunuh Diri, Pesawat Silk Air Jatuh Di Sungai Musi Palembang Tanpa Meninggalkan Penumpang Yang Selamat
Jatenglive.com - Kecelakaan alat transportasi menjadi salah satu yang tidak dapat diprediksi.
Banyak sekali kecelakaan tragis yang terjadi di Indonesia, seperti kejadian nahas yang menimpa pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang akhir 2018 lalu.
Sebelum Lion Air JT 610, ternyata ada pula kecelakaan pesawat tragis yang terjadi di Indonesia.
Itu adalah kecelakaan pesawat Silk Air MI185 yang terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura pada 19 Desember 1997.
Pesawat ini membawa 104 penumpang di dalamnya yang terdiri dari 97 penumpang dan 7 awak penerbangan.
Tanpa cuaca buruk atau laporan tentang kerusakan mesin, pesawat komersil Singapura ini menukik tajam dan jatuh ke Sungai Musi, Palembang hingga hancur menjadi kepingan kecil.
Pesawat terbang dengan ketingggianm 3.700 di atas Sungai Musi saat tiba-tiba arah pesawat berbalik dengan posisi nyaris vertikal.
Pesawat jatuh, terjun bebas ke bawah dengan kecepatan yang nyaris mendekati supersonik.
Sebelum tercebur ke sungai, sejumlah bagian pesawat seperti ekor dan sayap terpisah dari badan karena kuatnya kecepatan pesawat itu saat jatuh.
Setelah banyak bagian terlepas, pesawat jatuh menghujam ke Sungai Musi.
Silk Air MI185 hancur jadi puing-puing kecil dan semua penumpang serta awak yang bertugas tewas bahkan tak lagi bisa dikenali.
Ada beberapa dugaan dalam kecelakaan pesawat yang dianggap cukup janggal ini.
Upaya bunuh diri sang pilot
Pilot Silk Air 185 bernama Tsu Way Ming dari Singapura dan kopilot Duncan Ward dari Selandia Baru.
Kondisi mesin pesawat disinyalir dalam keadan normal dan berfungsi dengan baik.
Laporan yang didasari oleh investigasi agen Amerika Serikat menyebut bahwa kecelakaan diduga tindakan sengaja oleh pilot (bunuh diri).
Dikutip dari New York Times, pilot Tsu Way Ming tengah menderita kerugian besar di pasar saham sebelum kecelakaan terjadi.
Berdasarkan laporan polisi Singapura, Tsu juga tengah diterpa masalah keuangan.
Ia menderita kerugian dari perdagangan saham di Singapura senilai 2,25 juta dolar Singapura dan 15 hari sebelum kecelakaan, Tsu kena sanksi utang sebesar 118 ribu dolar Singapura.
Lalu ada catatan Tsu membuat polis asuransi untuk istri dan anaknya jika ia mengalami kematian atau cacat permanen.
Polis pertama dibayar pada 16 Desember dan mulai berlaku pada 19 Desember, tepat saat hari kecelakaan.
Pihak Silk Air membantah hasil investigasi ini dan mengatakan bahwa Silk Air 185 jatuh murni karena gangguan listrik pada mesin pesawat.
Almarhum Prof Oetarjo Diran, mantan ketua Komite Nasional Keselamatan Transsportasi (KNKT) pada tahun kecelakaan itu memiliki dugaan lain.
Menurutnya, ada cacat bawaan dari komponen rudder PCU yang mengalami keadaan rudder lock atau terkunci.
Rudder yang terkunci menyebabkan pesawat tidak dapat diarahkan dan menukik tajam dengan kecepatan penuh.
Namun hal ini tidak sepenuhnya terbukti karena pihak NTSB (National Transportation Safety Board) Amerika gagal membaca black box pesawat yang juga mengalami kerusakan.
Baca Juga :