Nongkrong Sudah Menjadi Budaya di kalangan Anak Muda?
Nongkrong, atau dikenal dengan istilah nongki, kini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup anak muda Indonesia. Aktivitas ini telah berkembang menjadi budaya sosial yang penting, tak hanya sebagai cara melepas penat, tetapi juga sebagai sarana bersosialisasi dan mempererat persahabatan.
Pada awalnya, budaya nongkrong sering kali dilakukan di warung kopi atau angkringan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Namun, dengan munculnya berbagai kafe kekinian dan tempat-tempat "instagramable", budaya ini semakin berkembang dan menyasar kalangan anak muda dari berbagai latar belakang.
Menurut survei Good Stats tahun 2023, lebih dari 80% anak muda di Indonesia mengaku menghabiskan waktu setidaknya 2-3 kali dalam seminggu untuk nongkrong bersama teman. Hal ini menunjukkan bagaimana nongkrong telah menjadi gaya hidup yang tidak hanya tentang minum kopi atau makan camilan, tetapi juga kesempatan untuk berjejaring dan berkreasi.
Tidak bisa dipungkiri, media sosial memiliki peran besar dalam mempopulerkan budaya nongkrong. Instagram, TikTok, dan YouTube dipenuhi konten yang memperlihatkan suasana nongkrong di berbagai tempat menarik, mulai dari kafe rooftop dengan pemandangan kota hingga kedai kopi kecil di gang sempit yang unik. Tempat-tempat ini berlomba menawarkan suasana dan konsep menarik untuk menarik perhatian generasi muda yang aktif di dunia maya.
Menurut hasil penelitian dari Lembaga Survei Sosial dan Budaya Universitas Indonesia, 80% anak muda mengakui bahwa lokasi nongkrong yang "aesthetic" dan ramah media sosial adalah salah satu faktor utama dalam memilih tempat berkumpul.
Budaya nongkrong juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal. Banyak bisnis kafe dan UMKM yang berkembang pesat karena tingginya minat anak muda untuk nongkrong. Di Yogyakarta, misalnya, keberadaan "co-working cafe" semakin meningkat, menawarkan tempat nyaman bagi mahasiswa dan pekerja lepas untuk nongkrong sambil bekerja.
Menurut data Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo), sektor kafe dan restoran mengalami peningkatan omzet sebesar 25% pada tahun 2023, yang sebagian besar disumbang oleh kalangan milenial dan Gen Z yang gemar nongkrong.
Di sisi positif, nongkrong dapat menjadi sarana untuk mempererat hubungan sosial dan meningkatkan kreativitas. Banyak ide bisnis kreatif yang lahir dari obrolan santai saat nongkrong di kafe. Namun, tidak bisa dipungkiri, budaya ini juga memiliki sisi negatif, seperti menghabiskan waktu yang berlebihan atau mendorong perilaku konsumtif.
Sociolog dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Arya Kusuma, mengatakan, "Budaya nongkrong pada dasarnya adalah bentuk adaptasi sosial generasi muda. Namun, perlu keseimbangan antara kegiatan sosial dan produktivitas agar tidak mengarah pada perilaku konsumtif yang berlebihan."
Budaya nongkrong di kalangan anak muda Indonesia terus berkembang seiring dengan perubahan gaya hidup dan tren sosial. Meski awalnya sekadar tempat berkumpul, kini nongkrong telah menjadi bagian dari identitas dan kehidupan sehari-hari generasi muda. Dengan berbagai dampak positifnya, budaya ini menunjukkan bagaimana anak muda Indonesia mampu menciptakan ruang sosial yang inklusif dan kreatif.
Namun, penting bagi generasi muda untuk tetap bijak dalam mengatur waktu dan menghindari perilaku konsumtif yang berlebihan, agar budaya nongkrong dapat tetap memberikan manfaat positif dalam jangka panjang.
Baca Juga :