Review film Joker: Lahirnya Seorang Villain dari Kehidupan yang Kelam

Film superhero dengan aksi heroiknya mengalahkan para penjahat merupakan sesuatu yang lazim dalam dunia perfilman. Selain itu dalam film, perspektif tokoh utama sebagai protagonis dengan watak yang baik dan terpuji juga sudah menjadi hal yang lumrah. Akan tetapi hal itu tidak terjadi dalam film Joker. Villain yang dikenal sebagai musuh batman ini diangkat kisahnya dari perspektif seorang Arthur Fleck, nama asli Joker.

Film ini menceritakan perjalanan Arthur Fleck pada masa kelamnya di tengah kekacauan kota Gotham hingga kemudian bertransformasi menjadi badut gila Joker. Arthur sekejap dikisahkan sebagai seorang yang menjalani kehidupan normal pada awal film. Namun, dengan banyaknya kekecewaan yang ia alami dalam hidupnya, Arthur berubah menjadi seorang kriminal.

Film ini dimulai dengan kehidupan awal Arthur yang menjalani profesi sebagai badut di bawah suatu agency Haha’s. Pada permulaan film saja, kita diperlihatkan bagaimana tidak mudah bagi Arthur menjalani kehidupan sebagai badut. Sementara Arthur harus berjuang seorang diri merawat ibunya yang sudah tua dan sakit di sebuah apartemen. 

Di tengah kelamnya kondisi kehidupan, Arthur berusaha menjalani karir sebagai stand-up komedian, suatu karir yang ia impi-impikan. Sayangnya, realita yang ia dapati malah membuatnya sedih. Kenyataan pahit yang dialami Arthur membuatnya frustasi dan mulai berbuat kriminal. Di sinilah transformasi menjadi Joker bermula.

Berbeda dengan film superhero, Joker mengambil cerita tentang bagaimana jika seorang villain menjadi perspektif utama dalam sebuah film. Pembangunan karakter yang baik membuat film ini memberikan alasan yang masuk akal mengapa seorang Joker bisa terlahir dari dalam diri Arthur Fleck. Film ini memberi alasan mengapa kegilaan itu bisa terjadi lewat gambaran kehidupan Arthur yang tidak henti-hentinya dilanda masalah dan kesedihan. 

Dipilihnya Joaquin Phoenix untuk memerankan Joker merupakan keputusan tepat. Jaoquin adalah faktor yang membuat karakter Arthur sebelum menjadi Joker begitu hidup. Joaquin Phoenix berhasil memperlihatkan sosok Arthur Fleck di tengah konflik kehidupan yang tragis. Kondisi mental yang tidak stabil karena penyakit yang dialami, rasa depresi dan frustasi yang natural bisa dibawakan Joaquin dengan cemerlang. Ia begitu menjiwai perannya, sehingga terlihat pembangunan karakter Joker yang kuat secara fisik dan mental. Aktingnya yang memukau memuluskan situasi kelam yang ingin ditampilkan dalam film.

Rasanya sepadan jika membandingkan Joaquin Phoenix dengan Heath Ledger yang disebut pemeran Joker terbaik dalam film Batman: The Dark Knight. Jika Heath Ledger berhasil memperlihatkan kegilaan natural Joker sebagai seorang villain yang menyebalkan, Joaquin Phoenix begitu gemilang menampilkan sosok Joker dari sisi Arthur Fleck.

Film Joker menggambarkan sisi Joker yang jauh lebih personal. Pada film-film Batman Joker mungkin hadir sebagai orang yang kejam dan sengaja melakukan kejahatan. Tetapi dalam film Joker, kita bisa memahami mengapa seorang Arthur Fleck melakukan tindakan-tindakan kriminalnya. Kesedihan yang dialaminya bakal lebih membuat kita mengasiani pahitnya hidup seorang Joker.

Konflik dalam film ini nampak begitu realistis. Aksi-aksi laga seperti perkelahian atau pertunjukkan senjata memang tidak banyak terjadi, namun justru itulah yang membuat Joker berbeda dengan kisah fantasi dan fiksi para superhero atau Suicide Squad yang juga menceritakan para villain. Konflik-konflik dalam film lebih diperlihatkan secara dramatis melalui kehidupan Arthur yang suram dan gambaran kota Gotham yang kacau. 

Sejak film ini dimulai, suasana kelam sudah terlihat dan terus berkembang sepanjang film. Joker memberikan pengalaman mencekam bagi penontonnya dengan menyaksikan adegan-adegan sadis dan mengerikan. Humor pun tidak akan banyak tersaji dalam film ini. Kisah yang diceritakan begitu menyedihkan namun berhasil dikemas dalam alur cerita yang apik.

Film Joker adalah film yang bagus untuk memperkaya perspektif kita. Joker tidak seperti Suicide Squad yang meskipun juga menceritakan para villain, segerombolan musuh superhero itu akhirnya pun dipaksa menjadi pahlawan untuk menyelamatkan dunia. Film Joker memberi perspektif lain tentang bagaimana seorang villain mengawali hidupnya yang tidak menyenangkan, sehingga memberi alasan yang masuk akal mengenai asal usul kegilaan Joker. Pengalaman semacam ini tentunya merupakan sesuatu yang jarang terjadi dalam dunia film. 

Akan tetapi, penonton film Joker haruslah sesuai dengan kategori umurnya di mana film ini memiliki rating R atau Dewasa. Adegan-adegan kekerasan dan pembunuhan dapat memberikan perasaan tidak nyaman dalam menonton. Selain itu, alur cerita yang ditampilkan juga membutuhkan nalar yang bijak dalam menyimpulkan akhir ceritanya.

  • NONTON JUGA VIDEO:

Baca Juga :

Keyword:
Google+