Sejarah Dibalik Merah Putih Sebagai Bendera Indonesia
Bendera adalah sepotong kain atau kertas segi empat atau segitiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya) dipergunakan sebagai lambang negara, perkumpulan, badan, dan sebagainya atau sebagai tanda; panji-panji; tunggul:sering dikibarkan di tiang, umumnya digunakan secara simbolis untuk memberikan sinyal au identifikasi. Hal ini sering juga digunakan untuk melambangkan suatu negara untuk menunjukkan kedaulatannya.
Bendera Merah Putih
Indonesia memiliki bendera berbentuk empat persegi panjang dengan warna merah putih. Warna merah terletak dibagian atas dan dibawahnya berwarna putih dengan ukuran yang sama.
Warna merah putih memiliki arti tersendiri, yaitu merah yang berarti berani dan putih berarti suci. Selain berarti berani dan suci, merah juga melambangkan tubuh manusia dan putih sebagai melambangkan jiwa manusia.
Bendera Merah Putih dijahit oleh Ibu Fatmawati, istri Ir. Soekarno sekaligus Ibu Negara pertama Indonesia. Bendera Pusaka yang dijahitnya itu berhasil berkibar saat proklamasi yang dilaksanakan di halaman rumah Soekarno dan Fatmawati, yaitu Jalan Pegangsaan Timur No.56.
Bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati terbuat dari bahan katun Jepang berukuran 276 x 200 cm. Bendera tersebut kemudian dikibarkan saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Saat itu, pengibaran Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Pengibaran Bendera Merah Putih selalu dilakukan setiap peringatan Kemerdekaan RI untuk mengenang detik-detik proklamasi.
Bendera Pusaka Sang Saka Merah-Putih pernah dibuka jahitannya dan dijadikan dua bagian terpisah untuk menghindari penyitaan dari militer Belanda pada agresi militer Belanda 1 tahun 1947. Bendera Pusaka yang saat itu dibawa oleh Husein Mutahar atas perintah Presiden Soekarno, dibuka jahitannya dan dipisahkan bagian warna merah dan putihnya, yang kemudian dibawa dalam dua tas yang berbeda. Dengan taktik tersebut, bendera Pusaka bisa berkibar dan kembali dengan selamat ke ibukota Indonesia.
Sejarah Bendera Merah Putih
Kemerdekaan Indonesia ditandai dengan berkibarnya bendera Merah Putih pada proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, atau yang dikenal dengan sebutan Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
Bendera Pusaka tersebut terus dikibarkan pada upacara peringatan hari kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka hingga tahun 1968, kemudian diganti dengan bendera replika dari bahan sutera. Bendera replika itulah yang terus dikibarkan hingga kini, sementara Bendera Pusaka yang asli disimpan di Monumen Nasional karena sudah pudar dan rapuh.
Warna merah dan putih pada bendera, sebenarnya telah digunakan pertama kali pada abad ke-13 di zaman kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur yang menjadikan bendera merah putih sebagai lambang kebesarannya.
Selain Majapahit, warna merah putih juga digunakan kerajaan Kediri sebagai panji kerajaan. Bahkan bendera pada perang Sisingamangaraja IX dari Tanah Batak juga menggunakan warna merah dan putih.
Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakangnya diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.
Pada zaman kerajaan Bugis Bone, Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, digunakan sebagai simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone (Bendera Bone dikenal dengan nama Woromporang).
Pada perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro menggunakan panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda.
Tahun 1928, di pulau Jawa bendera merah putih digunakan sebagai bentuk protes dan semangat dari pelajar dan kaum nasionalis untuk lepas dari penjajahan Belanda. Namun, masih terdapat kepala kerbau di tengah bendera merah putih saat itu, catat harian Kompas, 16 Agustus 1975.
Menurut pengakuan Achmad Soebardjo, penggunaan bendera itu berawal ketika perhimpunan mahasiswa Belanda menghadiri konferensi di Driebergen pada 1920. Sultan Hamengkubuwono VIII yang turut menghadiri acara tersebut datang menggunakan mobil dengan umbul-umbul "gula-kelapa". Ini menjadi inspirasi bagi para mahasiswa untuk membuat bendera dengan warna yang sama. Untuk memberikan corak lain, ditambahkanlah kepala kerbau pada bendera itu.
Kepala kerbau bersumber dari kisah Saijah dan Adinda dalam buku Max Havellar karya Multatuli. Berkat keperkasaan kerbaunya, Saijah terselamatkan dari terkaman harimau yang ganas.
Beberapa tahun kemudian, Bung Karno mengubah gambar kerbau itu menjadi banteng yang dianggapnya lebih perkasa. Lalu pada tahun 1944, dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantoro dengan tugas menjelaskan warnah Merah Putih dan menentukan ukuran bendera. Kedua warna itu kemudian dimaknai dengan berani (merah) dan suci (putih).
Baca Juga :