Demi Mengejar Bonus, Banyak Driver Online Pakai Order Fiktif
JATENGLIVE.COM, SEMARANG - Sudah hampir dua bulan terakhir, Budi, bukan nama sebenarnya, menjadi mitra kerja penyedia layanan taksi online, Grab. Ia memutuskan menjadi sopir karena tergiur pundi-pundi uang yang bisa dihasilkan.
Tapi jangan salah, pundi-pundi uang itu bukanlah dari upah yang dibayar oleh penumpang, melainkan bonus yang diterima dari capaian jumlah penumpang per periode waktu tertentu.
Menurut dia, uang bonus jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya perjalanan penumpang.
Di Grab, ada empat penggolongan bonus. Pukul 06.00-08.00, jika mitra bisa melayani dua penumpang akan mendapatkan bonus Rp 80 ribu, tiga penumpang mendapatkan Rp 120 ribu, dan empat penumpang mendapatkan Rp 160 ribu.
Selanjutnya pada pukul 11.00-14.00, jika mitra bisa melayani tiga penumpang akan mendapatkan bonus Rp 120 ribu, empat penumpang mendapatkan Rp 150 ribu, dan lima penumpang mendapatkan Rp 180 ribu.
Kemudian pukul 17.00-20.00, jika mitra bisa melayani empat penumpang akan mendapatkan bonus Rp 160 ribu, lima penumpang mendapatkan Rp 180 ribu, dan enam penumpang mendapatkan Rp 210 ribu.
Terakhir bonus Rp 100 ribu jika dalam 24 jam mitra bisa melayani 14 rute. Bonus akan dikalkulasikan setiap hari sebagai pendapatan mitra setelah dipotong pajak 20 persen.
Untuk bisa mencapai target, banyak driver yang berbuat curang dengan memanfaatkan kelemahan sistem. Itu sebabnya, di kalangan driver dikenal istilah 'nembak' atau mencari penumpang fiktif.
Tujuannya tak lain agar jumlah minimal order per periode waktu tertentu bisa dipenuhi, sehingga mendapatkan bonus.
Budi menjelaskan, nembak adalah si driver bekerjasama dengan pihak kedua, yang memiliki akun layanan taksi online, bisa juga sesama sopir. Selanjutnya, pihak kedua itu membuka aplikasi dan melakukan order di dekat driver.
Sehingga dengan otomotis si driver bersangkutan yang akan mendapatkan order karena kedekatan jarak pemesanan. Kemudian, sopir tinggal menjalankan mobilnya ke lokasi tujuan tanpa pihak kedua perlu menumpang atau pun membayar.
Sebenarnya upaya ini adalah tindak kecurangan atau menyalahi aturan. Tetapi, cukup banyak mitra yang melakukannya karena tergiur bonus. Jika cara itu diketahui penyedia layanan, akun bersangkutan bisa dibekukan atau istilahnya di-suspend.
"Kalau sudah di-suspend, yang bersangkutan tidak bisa lagi menerima order. Bisa dalam hitungan jam, bahkan paling parah suspend permanen atau selamanya, sehingga tidak bisa lagi menjadi mitra," terangnya.
Sejauh ini, Budi belum pernah menerima suspend. Padahal, 60 persen pekerjaannya mengandalkan penumpang fiktif, atau tembakan.
Ia menilai, kondisi itu disebabkan pengawasan penyedia layanan taksi online Grab belum begitu ketat. Tidak seperti Gojek (Gocar) yang menurutnya lebih mudah men-suspend mitranya.
Jika di-suspend permanen pun sebenarnya tidak menjadi soal. Sebab, yang bersangkutan bisa mendaftar ulang menggunakan identitas orang lain, biasanya teman dekat atau orang yang sudah dikenal.
"Jadi nanti yang bersangkutan tetap kerja, tetapi pakai identitas orang lain," imbuhnya. Uang bonus menjadi daya tarik para mitra bekerja di taksi online. Sebab, jika hanya mengandalkan tarif dari orderan penumpang, menurut Budi, besarannya hanya cukup untuk membeli bensin.
"Paling berapa sih kalau mengandalkan penumpang, sekali order paling hanya Rp 10 ribu-Rp 20 ribu. Tapi dengan bonus, sehari saya bisa dapat minimal Rp 500 ribu," imbuhnya.
Longgarnya pengawasan itulah yang mebuat Budi lebih memilih menjadi mitra Grab dibandingkan dengan Gojek.
Curiga permainan sesama driver
Driver taksi online lainnya, sebut saja Damianus, saat ini mengaku juga menggunakan akun milik orang lain. Menurut dia, akun pribadi miliknya juga terkenan suspend pada awal tahun kemarin.
Dia diputus mitra oleh penyedia aplikasi lantaran dinilai berperforma buruk saat melayani customer. Padahal, ia selalu ramah serta menaikkan-mengantarkan penumpang sesuai titik penjemputan dan tujuan.
"Ceritanya, saya malam-malam dapat penumpang, titik jemput di tempat umum, pun kemudian tujuannya juga tempat umum, jaraknya dekat sekitar 1,5 kilometer saja. Dua hari kemudian, saya di-PM, setelah saya konfirmasi katanya ada penumpang yang kasih bintang satu, dan melayangkan komplain," ucapnya.
Seingat dia, dari keterangan kantor penyedia jasa aplikasi dan kronologi cerita yang didapat, ia yakin penumpang yang naik di malam hari, dari dan ke tempat umum itu lah yang memberi bintang satu dan melayangkan komplain. Ia curiga, orang tersebut merupakan sesama driver taksi online, yang ingin mengurangi populasi sesama driver online lainnya. "Mungkin saja begitu, tujuannya agar tak banyak pesaing," ucapnya.
Setelah mendapat pemeritahuan putus mitra dari penyedia aplikasi, ia pun kemudian meminta adik kandungnya untuk mendaftar menjadi driver online ke perusahaan penyedia aplikasi.
"Adik saya kerja kantoran, ia tak berminat nyambi jadi driver online, maka saya pinjam dia, ini saya pakai akun atas namanya," terang dia.
Sayangnya operator taksi online bungkam menanggapi fenomena jual beli akun. Baik, Go-Jek maupun Grab, keduanya kompak tak ingin menanggapi hal tersebut.
"Kalau taksi online secara keseluruhan saya tidak bisa berkomentar, kecuali ada kasus spesifik terkait dengan Grab," ujar Public Relation Grab Indonesia, Andre, kepada Tribun Jateng, Kamis (1/3).
Senada, operator taksi online Go-Jek juga membisu. Ketika dihubungi, bagian Public Relation, Anisa, yang biasanya bersedia memberikan komentar kali ini tak merespon.
Dia hanya menjawab sapaan pembuka dari Tribun Jateng, dan setelah dijelaskan atau dimintai komentarnya terkait dengan jual beli akun, dirinya bungkam. "Komentar apa yaa?," katanya, yang kemudian tak lagi merespon. (tribunjateng/cetak/lipsus)
Sumber: tribunjateng.com
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng dengan judul Driver 'Tembak-tembakan' untuk Raih Bonus, Begini Tanggapan Grab dan Gojek.
Baca Juga :