Di Balik Kisah RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso (1)
Anindita Bangga Rumah Sakit Mendiang Ibunya Jadi Rujukan Penanganan Covid-19
Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso menjadi salah satu rumah sakit rujukan pasien Covid-19. Rumah sakit yang berada di kawasan Sunter, Jakarta Utara itu belakangan makin dikenal publik Indonesia di tengah situasi Covid-19.
Di balik kebesaran RSPI terdapat sosok dokter perempuan yang namanya diabadikan. Nama itu adalah Prof. Dr. Sulianti Saroso yang lahir pada tanggal 10 Mei tahun 1917.
Aninditia Rosyanti Saroso, putri Julie Sulianti Saroso, bercerita, nama mendiang ibunya memang membanggakan segenap anggata keluarga. Hal ini diungkap Anindita ketika dihubungi Tribun melalui saluran telefon Rabu (3/6).
Ibu Syul, panggilan akrap Julie Sulianti Saroso, merupakan putri dari dokter Muhamad Sulaiman, salah seorang pendiri gerakan nasional Budi Utomo, Syul muda mengenyam pendidikan di Gymnasium Belanda.
Gymnasium merupakan sekolah yang tingkatnya lebih tinggi dibanding Hogereburgerschool (HBS) dan Algemeene Middelbare School (AMS) pada masa Indonesia dikuasai Belanda.
Berikut petikan wawancara dengan putri mendiang Prof. Dr. Sulianti Saroso, Anindita Rosyanti Saroso.
RSPI Sulianti Saroso, rumah sakit rujukan Covid-19 yang menggunakan nama mendiang ibu terkenal. Bagaimana perasaan anda sebagai anak?
Tentu bangga dong. Itu kan ibu saya, justru sebelum menjadi rumah sakit rujukan, waktu Sars, ada beberapa kasus pandemo sebelumnya, nama rumah sakit Sulianti Saroso sering kesebut. Itu saja kita sudah bangga. Apalagi sekarang, diberitakan terus menerus.
Ibu saya nama lengkapnya Prof. Dr. Julie Sulianti Saroso. Lahir di Karangasem, Bali 10 Mei 1917. Ib uSyul meninggal di usia 74 tahun, 29 April 1991. Tiga tahun kemudian RSPI Sulianti Saroso resmi berdiri.
Bapak dari ibu saya adalah seorang dokter. Namanya dokter Muhamad Sulaiman, dan dia salah satu pendiri organisasi Boedi Utomo. Maka itu ibu saya lahir di Karangasem Bali karena kakek saya pindah dari Semarang ke Karangasem satu tahun, dan ke kota lainnya.
Ibu Anda dulu bersekolah di mana sejak SD sampai menjadi dokter?
Ibu saya mengenyam pendidikan di Belanda. Itu di masa0masa ibu saya sudah lulus SMP. Itu yang sekolah di Belanda, Ibu saya, kakaknya dan adiknya. Mereka tiga bersaudara dan pindah ke Belanda ketika kakek saya mengambil gelar dokternya di Belanda.
Menyelesaikan sekolahnya yang namanya Gymnasium. Dulu itu sekolah di HBS atau AMS. Kalau tidak salah hanya ada dua orang pribumi yang sekolah di Gymnasium. Pulang ke Tanah Air ia melanjutkan sekolah di Bandung. Awalnya ibu saya sebenernya mau masuk ITB, tetapi di situ kakek saya bilang perempuan tidak ada yang jadi insinyur. Akhirnya masuk sekolah kedokteran.
Ibu saya adalah anak pertana dari dokter Muhamad Sulaiman yang menjadi dokter. Selain itu ada juga anak lainnya yang ada di Jogja yang juga jadi dokter. Namanya dokter Suliantoro Sulaiman. Setelah jadi dokter ibu saya sempat tinggal di Jogja dulu. Ibu saya pada waktu jaman Belandasempat mempunyai tinangan seorang pilot dari Angkatan Udara, tetapi kemudian tunangan itu meninggal dunia.
Setelah itu ibu ditaksir oleh orang Jepang. jadi dari pada takut dikawinin sama orang Jepang (orang Jepang dulu itu asal ngambil pribumi sebagai istri) akhirnya ibu dijodohkan dngan seorang dokter, tapi bukan anak dokter yang di Jogja. Mereka kemudian menikah, tapi ibu saya tidak tahan.
Bapak saya adalah seorang politikus yang tidak disukai Soekarno. Prang PSI, anak buah Sultan Syahrir dan sebagainya. Bapak itu namanya dokter Saroso Wiradi Hardjo.
Posisi ibu anda sebagai istri dari politikus yang tidak disukai Soekarno saat itu bagaimana?
Saat keadaan politik bapak agak dipersulit untuk maju di Departement Kesehatan, ibu justru menerima beasiswa ke TUlane University untuk mengammbil gelar master dan doktornya. Dari Tulane ibu pulang ke Indonesia. Saat itu masih jaman Soekarno, dan ibu tidak dapat tempat di Departement Kesehatan terimbas karena ibu sitri si dokter Saroso.
Ibu saya kemudian ditawari Tulane University untuk jadi Associate Professor untuk mengajar di Tulane. Dari situ ibu berangkat ladi ke Amerika, untuk mengajar. Dalam perjalanan pulang, karena anak-anaknya sekolah di Swiss pasca kudeta, ibu saya sempat mampir ke Swiss.
Disana ibu saya melamar pekerjaan ke WHO karena bapak bilang sudah tidak tahan di Indonesia. Dari situ ibu saya diterima dan mau pindah ke Swiss. (tribun network/lucius genik)
Baca Juga :