Jelang Musim Kemarau, Petani Tembakau di Temanggung Bersiap Sambut Panen Raya
Menjelang musim kemarau, petani di Desa Legoksari, Kecamatan Telogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, bersiap akan panen raya di bulan Agustus. Tidak seperti tanaman lainnya yang mengharapkan musim penghujan, tanaman tembakau lebih membutuhkan musim kemarau karena tidak diperlukan air dalam menanam tembakau. Tidak seperti tanaman lainnya, tembakau merupakan tanaman yang mampu bertahan meski pada musim kemarau.
Panen raya tembakau merupakan peristiwa besar bagi petani tembakau di Temanggung. Ini karena tembakau memiliki nila ekonomi yang tinggi dan merupakan salah satu komoditi terbaik yang dihasilkan oleh petani di Temanggung. Tembakau dari Temanggung bahkan sering menjadi sumber pasokan bagi pabrik pabrik rokok yang ada di Indonesia.
Menurut keterangan salah satu petani tembakau di lereng gunung Sumbing, Tri Supono pada Senin (22/06), bahwa musim panen akan bertepatan dengan fase musim kemarau. “Waktu panen bersamaan dengan mongso (bulan) karo, yaitu bulan ke-2 dalam pranotomongso,” ujarnya. Sebagai informasi, pranotomongso merupakan system penanggalan atau kalender yang digunakan masyarakat Jawa di dalam aktivitas pertanian. Sedangkan bulan Karo merupakan bulan kedua dalam kalender tersebut yang berlangsung dari tanggal 2 Agustus sampai 4 Agustus, dengan ditandai mulai mengeringnya tanah.
Supono menyebutkan, proses penanaman tembakau sudah dimulai sejak akhir Maret lalu sampai bulan Mei. “Penanaman dimulai dari lahan yang paling atas sampai kelahan yang paling bawah, itu karena lahan yang atas lebih lama usianya, “ terangnya.
Sebelum memulai menanam tembakau, para petani melakukan pencangkulan tanah di lereng gunung Sumbing dengan disertai ritual nyecel. Ritual ini dilakukan sebelum masuk proses penanaman tembakau. “Istilahnya kulonuwun, minta dibukakan pintu, minta izin mau menanam,” katanya.
Setelah itu, lanjutnya, petanimelakukan ritual among tebal sebelum memulai menanam. Ritual ini dilakukan di atas tanah yang akan dipakai untuk menanam tembakau. Selain itu, juga disiapkan sesaji dan among tebal yang terdiri dari 4 tumpeng nasi, buah-buahan, dan makanan kecil lainnya sebagai persembahan.
Pada bulan Juni hingga bulan Juli, Penanaman tembakau memasuki fase jelang panen. Pada fase ini, para petani tembakau mengadakan ritual wiridan. Jadwal ini dilakukan dengan membaca doa wirid dan dzikir untuk memohon keberhasilan panen.
Di bulan panen nanti, supono menjelaskan, akan diadakan ritual wiwitan sebagai wujud rasa syukur atas panen raya tembakau. Pada ritual ini, tembakau dibentuk menyerupai tumpeng dengan ukuran yang besar kemudian diarak. Ia menambahkan, seluruh proses ritual dari mulai menanam hingga panen merupakan tradisi turun-temurun yang sudah dilakukan oleh nenek moyang.
Supono menjelaskan, luas lahan tembakau menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk menggarap hasil panen raya. Pada lahan yang kecil, biasanya hanya akan digarap oleh satu Keluarga. Namun, untuk lahan yang besar akan membutuhkan tenaga dari luar keluarga tersebut, Seperti masyarakat sekitar atau keluarga besar.
Tidak hanya untuk tembakau, Supono menerangkan bahwa ritual seperti ini juga dilakukan masyarakat Temanggung pada tanaman-tanaman yang lainnya, seperti jagung, cabai, kopi, dan lain-lain. Salah satu ritual yang juga terkenal dilakukan oleh masyarakat Temanggung yaitu ritual mepen, yaitu ritual yang bertujuan untuk memohon kelancaran pengairan bagi ladang pertanian.
Oleh : Indira Ayudhia Maharani
Baca Juga :