Mengapa Belakangan Ini Banyak Anak Menggugat Orangtua Kandungnya?
Beberapa kasus anak menggugat ibu kandungnya tercatat pernah terjadi di Indonesia. Tak hanya sekali, kebanyakan gugatan muncul lantaran persoalan harta warisan. Ada pula gugatan yang muncul karena utang piutang. Dan yang baru saja terjadi di Demak, seorang ibu asal Desa Banjarsari, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, dipolisikan anak kandungnya. Walau sudah lima kali polisi mendamaikan kasus ini, si anak tetap bersikukuh ingin memenjarakan ibu kandungnya.
Mengapa ada anak yang melaporkan orang tuanya, terlebih ibu kandungnya sendiri?
Fenomena anak menggugat orang tua sangat berhubungan dengan lunturnya budi pekerti dan moralitas. Dimana dahulu orang tua itu sangat dihormati dan menjadi pujaan, kini malah diperkarakan di pengadilan.
“Budi pekerti sekarang ini sudah luntur, bagiamana menghormati orang tua, sekarang malah gara -gara harta, anak malah menggugat orang tua ke pengadilan,” ujar Psikiater Teddy Hidayat.
Menurut Teddy, kalau pun orang tua melakukan satu kesalahan, seharusnya dimaafkan karena bagaimanapun dia itu yang melahirkan kita, membesarkan kita, mengurus hingga membesarkan kita. Kini setelah anaknya dewasa, seharusnya membahagiakan orang tua atau memberi kasih ke orang tua malah mempersoalkannya, lebih parahnya lagi persoalan itu dibawa ke pengadilan.
Lunturnya moralitas, menurut Teddy Hidayat akibat arus pertumbuhan teknologi informasi yang begitu dahsyat dan tidak diimbangi peningkatan moralitas.
“Perbaikan moralitas berjalan lamban, sedangkan tenologi informasi begitu cepat. Inilah PR kita semua, bagaimana mengembalikan moralitas anak bangsa supaya kembali terjaga,” ujarnya.
Secara psikologis, diusia lanjut, individu mengalami banyak penurunan, baik dalam hal kesehatan, kekuatan, peran sosial dan penghasilan. Justru di usia inilah, orang tua sangat memerlukan dukungan sosial, terutama dari keluarga terdekatnya, yaitu anak, menantu dan cucu-cucunya.
“Bagi anak, masa ini merupakan masa yang tepat untuk membalas jasa orang tua. Karena anak sudah berada pada usia dewasa, dimana mereka sudah mandiri, memiliki pekerjaan, memiliki pasangan dan anak,” ujar Dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Gianti Gunawan.
Secara psikolog, menurut Gianti, fenomena anak gugat orangtua itu bisa aja terjadi dan diantaranya bisa disebabkan beberapa faktor. Seperti pola asuh yang salah, anak terlalu dimanjakan, semua keinginannya dipenuhi (nyaah dulang- dalam bahasa sunda), akibatnya anak memiliki toleransi yang rendah dan tidak bisa menahan keinginannya. “Selain itu, prilaku agresi/kekerasan yang dilihat dikehidupan kemudian ditiru,” ujarnya.
Seiring bertambahnya usia anak, dia akan bertemu banyak orang dan bisa jadi tidak selalu memberikan pengaruh yang positif. Baik dari teman maupun pasangan hidup. Sehingga ketika ada sedikit saja masalah dengan orang tua atau keluarga, ia akan lebih percaya orang lain yang dianggap ada dipihaknya, seperti pengaruh menantu.
Selanjutnya bisa dikarenakan gaya hidup hedonis saat ini seringkali membuat orang terlena dan membuat menghalalkan segala cara untuk dapat menikmatinya. Tentu saja solusinya, menurut Gianti, salah satunya komunikasi, bagaimana ikatan antara anak dan orang tua tidak ada kata “mantan” atau “blood thicker than water”.
Dengan begitu bila bersama sama duduk, berbicara dengan hati dan kepala dingin dikembalikan ke “singgasana” masing-masing sesuai perannya sebagai anak dan Orang Tua, masalah akan dapat terurai lebih jelas dari dua sudut pandang. Solusi dicari bersama-sama dengan mengutamakan kepentingan dan kebahagiaan orangtua.
Baca Juga :