Menyapa Fajar di Dieng
JatengLive.com - Menyapa fajar dapat membuat setiap orang semakin bisa mensyukuri karunia yang diberikan Sang Pencipta kepada hamba-Nya. Menikmati matahari terbit di Dataran Tinggi Dieng, misalnya, bisa kita lakukan agar mata dan pikiran kembali jernih.
Dari Dataran Tinggi Dieng, kita bisa merasakan betapa indahnya Nusantara, terlebih saat sang surya menyapa dengan penuh kehangatan. Bukit Sikunir menjadi tempat favorit para wisatawan dan penikmat alam yang ingin menyambut fajar di dataran tinggi di Jawa Tengah itu.
Di bukit yang berada di Desa Sembungan itu, kita dapat menikmati pesona sunrise, atau yang sering disebut Golden Sunrise Sikunir. Di bukit yang memiliki ketinggian 2.263 meter di atas permukaan laut ini, wisatawan bisa melihat semburat jingga keemasan yang menyinari puncak-puncak gunung di Jawa. Kabut tipis yang menyelimuti puncak-puncak itu acap mengundang decak kagum bagi siapa pun yang menatapnya.
Dari bukit itu, kita juga bisa melihat Telaga Cebong dan perkebunan kentang dan carica (pepaya khas Dieng) yang berjenjang dan subur. Rumah-rumah beserta penghuninya yang ramah kian melengkapi suasana hijau desa itu. Aktivitas keseharian penduduk setempat turut memoleskan warna tersendiri. Ada ibu-ibu rumah tangga yang mencuci pakaian di sebuah kolam besar dekat telaga, ada pula petani-petani yang bersemangat memikul hasil panennya.
“Sedasa (sepuluh),” jawab seorang petani, di pengujung tahun lalu, saat ditanya berapa kali ia bolak-balik memikul panenan kentangnya setiap pagi. Sekali pikul, petani itu mampu membawa hasil panennya 2 keranjang penuh. Keramahan petani itu sama seperti warga sekitar, yang selalu menjawab pertanyaan “orang asing” dengan senyum dan keramahan.
Sekawanan angsa yang berenang dan mencari makan di telaga jernih menjadi salah satu pemandangan yang amat sulit dijumpai di kota-kota besar yang telah sesak dengan gedung menjulang. Momen-momen itu begitu mahal untuk dilewatkan. Belum lagi keceriaan bocah-bocah yang berlari kecil menuju sebuah madrasah yang letaknya hanya beberapa langkah dari Telaga Cebong.
Semakin diminati
Afton, pemilik penginapan Cahaya Sikunir, menceritakan betapa kawasan itu semakin diminati wisatawan. “Kalau cuaca lagi bagus, cerah, banyak yang naik ke Bukit Sikunir untuk berfoto dan melihat pemandangan dari atas. Dari sana bisa melihat puncak-puncak gunung yang diselimuti kabut tipis. Mereka bangun pagi-pagi sekali agar tidak ketinggalan sunrise.”
Homestay miliknya menjadi salah satu penginapan favorit para wisatawan. Rumah bertingkat berwarna jingga itu memiliki sejumlah kamar, yang di antaranya bertembok kaca––sehingga dari dalam dapat melihat pemandangan alam di bawahnya. Belum lagi ditambah balkon yang berada di sebuah sudut, juga sebuah tempat untuk berswafoto.
“Di sini, homestay-nya banyak, tetapi kita memiliki semacam organisasi sehingga para pemilik penginapan tidak boleh seenaknya memasang tarif atau membuat kamar-kamar yang begitu banyak. Semua ada peraturan yang harus ditaati bersama,” aku pria muda itu.
Desa Maron yang tak jauh dari Desa Sembungan juga tak kalah memukau. Di sana, terdapat Telaga Menjer yang bisa dijadikan tempat untuk menikmati udara sejuk sembari memandangi pemandangan hijau di sekelilingnya. Kabut tipis yang sesekali turun turut membuat suasana terasa mistis.
Sampan-sampan kayu yang disiapkan pihak pengelola dapat dijadikan alat transportasi menelusuri telaga alami tersebut. Bagi yang enggan menelusuri telaga, dapat menikmati indahnya taman-taman asri yang berada di bibir telaga. Hamparan hijau kebun teh akan semakin membuat wisatawan kerasan.
Kawah Sikidang juga menjadi obyek wisata di Dieng yang tak boleh lewatkan. Aktivitas vulkanik dapat kita lihat di sini, termasuk kolam kawah yang seolah berpindah-pindah di kawasan tersebut. Itulah sebabnya, obyek wisata ini disebut Kawah Sikidang karena kawahnya sering “melompat” seperti kidang atau kijang dalam bahasa Indonesia.
Letupan-letupan lumpur panas dapat dilihat dengan mudah karena kawah berada di tanah datar yang dapat didekati, tetapi tetap harus berhati-hati. Beberapa pohon kering, tanah tandus, dan lubang-lubang bekas kawah semakin menghadirkan sensasi unik.
Menyesap keindahan Dieng seperti menyeruput secangkir teh panas kental yang nikmatnya selalu ingin diulang. Mudah-mudahan pesona Dieng selalu lestari agar “negeri di atas awan” ini semakin memikat lebih banyak turis untuk datang kemari. [B ADI YUWONO]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 11 Januari 2018
Baca Juga :