Soto Mbah Sangka, Soto Legendaris Asal Bayumas
JATENGLIVE.COM - Ini salah satu kisah kuliner legendaris di Kabupaten Banyumas, Soto Sangka yang berusia 92 tahun. Tentang tiga generasi keluarga Mbah Sangka yang mempertahankan bumbu dapur dan cara memasak secara tradisional.
Bermula pada tahun 1925, Mbah Sangka berpeluh keringat menjajakan soto berkeliling jalan kaki di area kota lama Banyumas. Dia tak pernah tahu, soto racikan tangannya bakal jadi warisan berharga keluarganya.
Di masa silam, masakan berkuah itu konon jadi langganan para pembesar pemerintah kolonial Hindia Belanda di Banyumas. Sedang kini, para pembeli Soto Sangka tersebar mulai dari Kabupaten Wonosobo sampai Cilacap. Kebanyakan pelanggan mereka adalah warga keturunan Tionghoa yang jadi pelanggan turun temurun.
Kekhasan bahan rempah-rempah, ayam kampung babon untuk kaldu, taburan kecambah, bawang goreng, taburan daun bawang telah jadi kekhasan tersendiri Soto Sangka. Metode memasak pun tradisional, kuah direbus dalam tungku dengan kayu bakar dari pelepah daun kepala. Sedang mangkuk yang dipakai berukuran mini, sehingga tak jarang membuat pelanggan untuk kenyangkan perut mesti melahap dua porsi soto.
"Kami mempertahankan bumbu resep itu sejak dahulu. Juga pikulan yang dipakai Mbah Sangka saat jualan berkeliling dulu tetap kami pertahankan. Pikulan ini sudah layak masuk museum," gurau Ahmad Basuki (45) yang merupakan cucu Mbah Sangka.
Mbah Sangka sendiri meninggal tahun 1965 ketika gejolak politik nasional di Indonesia mulai berkecamuk seiring pergantian dari Orde Lama ke Orde Baru. Penggantinya adalah anak semata wayangnya, Sumardi, yang lantas meneruskan jerih payah Mbah Sangka selama 49 tahun. Dikaruani 8 anak, Ahmad Basuki putra ke-6 pasangan Sumardi dan Boinah memegang pengelolaan Soto Sangka. Di antara penggantian generasi ada beberapa drama yang nyaris membenamkan Soto Sangka dalam kebangkrutan.
Basuki bercerita, pernah suatu kali saudaranya menggantikannya tetapi warung justru sepi pembeli dan terlilit utang. Pernah suatu kali pula dibuka cabang Soto Sangka di area Pasar Banyumas tetapi sulit berkembang. Ada pula cerita, penjualan cara keliling dicoba kembali tapi malah merugi. Tak jarang pula, ada beberapa pelanggan yang menawarkan agar membuka cabang di luar Banyumas dan siap memodali.
"Pernah ditawar Rp 9 juta agar saya mau membuka cabang. Pelanggan itu juga siap modali dan kasih tempat. Saya menolak. Saya menjaga warisan keluarga di sini," ujarnya.
Basuki menaruh percaya rezeki Soto Sangka berada di rumah kakeknya di wilayah Karang Sawah Kedunguter Banyumas. Beberapa pelanggan ia katakan juga lebih nyaman menyantap soto di rumah kayu yang berukuran 3x4 meter itu. Bahkan para pelanggan setia seakan ikut memiliki warung tersebut, mereka meminta agar tak direnovasi, jelaga-jelaga asap di atap minta dibiarkan agar tetap terasa kunonya.
Sehari-hari, Basuki dibantu oleh ibunya, Boinah (75) yang meracik takaran bumbu dan istrinya, Eni Roinah (35) yang meracik soto. Boinah mengatakan meracik bumbu memang sudah jadi kebiasaanya sejak menikah dengan Sumardi. Ia mengatakan sedikit demi sedikit telah mengajari rahasia resep Soto Sangka pada Basuki.
"Saya yang meracik bumbu. Biar Basuki yang di warung melayani pelanggan. Kalau meracik saya kan bisa sembari momong cucu dan cicit," ujarnya.
Dia bersyukur sampai kini, Soto Sangka tetap digemari oleh berbagai kalangan masyarakat. Setidaknya baginya, meilhat Soto Sangka ramai dikunjungi banyak orang, dia menganggap tak perlu khawatir dengan cucu dan cicitnya untuk menatap masa depan.
Artikel ini pernah ditayangkan di merdeka.com dengan judul Kisah tiga generasi kuliner legendaris Soto Sangka Banyumas
Baca Juga :