Terima Kasih Mbah Naryono : Sang Penjaga Harmoni di Tanah Dewa
Jatenglive.com - Di tengah makin tipisnya rasa toleransi dan meningkatnya amarah, kebencian, dendam dan antikritik, Dieng adalah laboratorium mini tentang tingginya penerimaan terhadap keberagaman. Warisan toleransi itu, selama puluhan tahun dipegang teguh oleh tetua adat Dieng, Mbah Naryono.
Simbah yang selama ini menjadi pemimpin ritual ruwat rambut gimbal di Dieng, telah berpulang pada 8 Oktober 2016. Namun, teladannya tentang penghormatan terhadap sang liyan (re: orang lain yang dianggap berbeda), tetap hidup hingga saat ini.
Sedikit dari warga Dieng yang terus melestarikan budaya lokal, dengan bangga mereka tetap melakukan ritual-ritual untuk memuja para leluhur. Sosok Mbah Naryono adalah pribadi yang sangat memesona, di umurnya yang tidak kurang dari 70 tahun beliau masih kelihatan bugar. Wajah yang selalu manampakan keramahan dan ketulusan selalu terpancar darinya. Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bersama dan demi keselamatan warga desa dari gangguan hal yang kurang baik. Mereka adalah orang orang yang percaya dengan melakukan ritual akan menjaga keseimbangan alam. Mereka terus memberi perhatian dengan meletakkan sesaji pada tempat-tempat yang mereka anggap sebagai tempat bersemayamnya para leluhur. Membakar kemenyan dan dupa, meletakkan berbagai macam bunga, uang koin, dan juga berbagai macam makanan tradisional serta rokok, biasa di lakukan pada hari-hari tertentu yang mereka percayai sebagai hari baik untuk melakukan ritual.
Beliau adalah penggagas yang sebenarnya, tak ada arti kami tanpa beliau, tak ada manusia paling berjasa atas kerinduan kalian di sini, tidak ada jazz, tak ada lampion, tak ada DCF (Dieng Culture Festival) tanpa sosok beliau. Terima kasih atas jasa dan nasehatmu selama ini, hati kami masih terlalu sakit, semoga tenang di sana Mbah, semoga jasamu menjadi bekalmu menuju singgasana, semoga amal perbuatanmu diterima disisiNYA. Terima kasih, terima kasih, terima kasih...
Baca Juga :