Tragedi 12 Mei 1998, Masa Kelam Indonesia Dan Jangan Pernah Terjadi Lagi
Tangan kanannya tak lagi sempurna. Bekas luka bakar 21 tahun silam masih jelas di sekujur tubuhnya. Terlepas dari kekurangan fisiknya, Iwan Firman masih tetap bersemangat mengikuti aksi tabur bunga bersama para keluarga korban kerusuhan Mei 1998, dampak dari tuntutan mahasiswa yang meminta Soeharto mundur sebagai presiden setelah 32 tahun berkuasa.
Iwan (60) juga merupakan salah satu korban kerusuhan. Saat kerusuhan berlangsung, dia tengah berada di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Saat itu dia didatangi orang tak dikenal yang dia masih ingat ciri-cirinya. Dia kemudian dipukul dan dibakar hidup-hidup setelah disiram bensin yang ditumpahkan dari motor Yamaha King-nya. Kendati mengalami luka bakar cukup parah, dia selamat.
Setelah peristiwa itu, Iwan menceritakan dia kembali didera cobaan. Dia berpisah dengan istrinya. Dia pun tak lagi memiliki pekerjaan. Setelah sembuh, dia tiga kali melakukan percobaan bunuh diri di rel kereta api namun selalu gagal.
"Ini kan sudah berjalan 21 tahun. Sampai detik ini pemerintah seharusnya memperhatikan korban, salah satunya aku. Aku ini kan saksi hidup, bukan mengada-ada, bukan rekayasa. Kehidupanku jadi blangsak (berantakan) sekarang," jelasnya.
Sebelum kerusuhan Mei 1998 terjadi, Iwan bekerja di sebuah toko di kawasan Glodok milik kakaknya. Namun sejak peristiwa nahas itu, dia tak lagi bisa beraktivitas.
"Tadinya aku sudah frustrasi. Sudah tidur di rel kereta api tiga kali. Maksudnya mau cari jalan pintas. Sudah buntu pikiranku," ujarnya.
Iwan berharap pemerintah bisa segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 1998. Dia pun menyatakan keinginannya untuk bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Berhubung enggak ada yang dampingi, bagaimana kita mau ketemu sama beliau?" kata dia.
Jika berkesempatan bertemu presiden, dia ingin menceritakan peristiwa kelam yang menimpanya 21 tahun lalu. Dia ingin membeberkan kepada Jokowi pelaku yang membakarnya hidup-hidup. Dia menyebut pelakunya memiliki ciri-ciri badan tinggi besar dan rambut cepak.
Peristiwa Pilu
Dia mengisahkan kronologi peristiwa pilu yang menderanya. Saat itu dia ditugaskan kakanya, pemilik toko di Glodok mengantar barang dan menagih bayaran ke kawasan Senen. Tiba-tiba dia melihat sekelompok orang memasuki kawasan pertokoan di Senen di sekitar Jalan Letjend Suprapto.
Saat itu dia yang sedang membawa motor diberhentikan dan dihadang sekitar 20 orang. Dia diminta membuka helm dan langsung dikeroyok.
"Bensin motorku penuh dan dimandiin tuh satu tangki. Terus dibakar kan aku ini," kisahnya mengenang kejadian pada pukul 16.00 tanggal 14 Mei 1998 itu.
"Tepatnya di depan STM Poncol," sebutnya.
Iwan juga menceritakan banyak kawannya yang menjadi korban saat itu. Bahkan ada juga anak perempuan dari kawannya yang diperkosa kemudian dibunuh. Bahkan sampai saat ini salah satu jenazah kawannya tak ditemukan.
Tak Kuasa Menahan Tangis
Mengenang buah hatinya, Agung merupakan anak yang sangat sayang dan pengertian terhadap empat adiknya.
Sebelum hari nahas itu, Agung berkelakar esok hari banyak kawan dan gurunya yang akan datang ke rumahnya. Terlebih, 14 Mei itu bertepatan dengan hari ulang tahunnya. Dia pun meminta Murni menyiapkan air minum untuk suguhan.
Hari ini, Senin (13/5/2019), Murni berada di Mal Klender bersama sejumlah keluarga korban kerusuhan Mei 1998 untuk melakukan tabur bunga.
Dia terus memanjatkan doa untuk anaknya dan para korban lainnya. Sesekali dia mengusap mata, tak kuasa menahan tangis saat mengenang 21 tahun kepergian anaknya.
"Saya enggak niat pengin nangis, enggak," ujar Murni berusaha menahan tangisnya.
Pedih yang tak tertahan membuat Murni berharap, tragedi yang menimpa anaknya dan para korban lain Tragedi 1998 tak akan menimpa keluarga lain. Dia berharap, tak ada lagi tragedi serupa yang terjadi di negeri ini.
"Jangan sampai terulang kembali," ucap Murni.
Artikel ini telah tayang di Yahoo.com dengan judul "Kisah Pilu Korban Kerusuhan Mei 1998, 3 Kali Ingin Bunuh Diri"
Baca Juga :