3 Mei : World Press Freedom Day.
Setiap 3 Mei diperingati sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day.
Hari Kebebasan Pers Sedunia dimaksudkan guna menyuarakan kebebasan berpendapat di media dari ancaman atas pembungkaman, sensor dan penangguhan, serta untuk mengenang para jurnalis, editor, penerbit yang kehilangan nyawa dalam bertugas di seluruh dunia.
Menjelang Hari Kebebasan Pers Sedunia (WPFD) 2021, Namibia dan UNESCO menyelenggarakan acara kick-off penyerahan tongkat estafet dari negara tuan rumah Konferensi Global tahun 2020 ini, Belanda.
Peringatan 2021 juga bertepatan dengan peringatan 30 tahun Deklarasi Windhoek untuk Pengembangan Pers yang Bebas, Independen dan Pluralistik yang akan dirayakan bersamaan dengan WPFD dari 1 hingga 3 Mei 2021 di Ibu Kota Namibia.
Di Indonesia masih banyak isu kebebasan berpendapat dan berekspresi di media yang perlu ditangani terkait dengan kriminalisasi menggunakan UU ITE, terutama selama pandemi.
Hak mendapat perlindungan juga perlu diperhatikan terutama untuk memperoleh berita demi masyarakat yang lebih demokratis.
Menurut laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers tahun 2020, kasus kekerasan terhadap jurnalis meningkat tajam. Pada 2020, terjadi 117 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni 79 kasus. Oleh sebab itu, pada peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada 3 Mei ini penting menjadi momentum untuk bersuara lebih keras.
Tema World Press Freedom Day 2021
Audrey Azoulay, Direktur Jenderal UNESCO, terkait World Press Freedom Day (WPFD) 2021 menyampaikan bahwa tema Hari Kebebasan Pers Sedunia tahun ini adalah "Information as a Public Good” yang artinya "Informasi sebagai Barang Publik".
"Tema Hari Kebebasan Pers Sedunia tahun ini,"Informasi sebagai Barang Publik", menggarisbawahi pentingnya informasi yang terverifikasi dan andal yang tak terbantahkan. Hal ini menekankan pada peran penting jurnalis yang bebas dan profesional dalam memproduksi dan menyebarkan informasi ini, dengan menangani misinformasi dan konten berbahaya lainnya," tulis Azoulay.
UNESCO menjabarkan, tema "Information as a Public Good” berfungsi sebagai seruan untuk menegaskan pentingnya menghargai informasi sebagai barang publik, dan mengeksplorasi apa yang dapat dilakukan dalam produksi, distribusi dan penerimaan konten untuk memperkuat jurnalisme, dan untuk memajukan transparansi dan pemberdayaan tanpa meninggalkan siapa pun.
"Temanya sangat relevan untuk semua negara di seluruh dunia. Ini mengakui sistem komunikasi yang berubah yang berdampak pada kesehatan kita, hak asasi manusia kita, demokrasi dan pembangunan berkelanjutan," tulisnya.
Untuk menggaris bawahi pentingnya informasi dalam lingkungan media online, World Press Freedom Day 2021 akan menyoroti tiga topik utama:
-
Langkah-langkah untuk memastikan kelangsungan ekonomi media berita;
-
Mekanisme untuk memastikan transparansi perusahaan Internet;
-
Peningkatan kapasitas Literasi Media dan Informasi (MIL) yang memungkinkan orang untuk mengenali dan menghargai, serta mempertahankan dan menuntut, jurnalisme sebagai bagian penting dari informasi sebagai barang publik.
Kebebasan Pers di Indonesia & Praktik Impunitas Jurnalis
Aliansi Jurnalis Independen atau AJI di laman resminya mencatat bahwa pada 23 September 1999, Presiden Indonesia BJ Habibie mengesahkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang mencabut wewenang pemerintah untuk menyensor dan membredel pers. Akan tetapi, dalam kenyataannya profesi jurnalis masih menjadi salah satu profesi yang paling terancam di Indonesia.
AJI juga menuturkan, Pemerintah melalui aparat penegak hukum, baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan militer, terus menjalankan praktik impunitas, melindungi para pelaku pembunuhan terhadap jurnalis dari jeratan hukum.
"Sejak 1996 hingga sekarang, sedikitnya ada delapan kasus pembunuhan dan kematian misterius jurnalis yang belum diusut tuntas oleh polisi," tulis AJI.
Salah satu kasus praktis impunitas yang digarisbawahi AJI adalah pembunuhan jurnalis Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin. Udin tewas dianiaya orang tidak dikenal pada 16 Agustus 1996 dan hingga kini gagal diungkap polisi.
"Kegagalan itu lebih diakibatkan tidak adanya kemauan polisi untuk mengungkap dan menangkap pembunuh Udin," tulis AJI.
Baca Juga :