Twin to Twin Transfusion Syndrome
kelahiran seorang anak selalu dinantikan oleh setiap pengantin baru, seperti juga bagi pasangan Irish Bella dan Ammar Zoni. Tetapi mereka belum bisa sepenuhnya mendapatkan kebahagian itu, karena hari Minggu 6/10/2019 dalam usia kandunagn 25 minggu, mereka harus kehilangan bayi kembar mereka yang meninggal dalam kandungan.
Penyebab kematian anak kembar Irish Bella adalah Twin-to-Twin Transfusion Syndrome yang mana sang artis sempat alami gejala TTTS. Gejala TTTS (Twin-to-Twin Transfusion Syndrome) sempat dialami Irish Bella beberapa waktu sebelum akhirnya kedua anak kembarnya meninggal dunia.
Akibat gejala TTTS (Twin-to-Twin Transfusion Syndrome) yang dialami sebelum kedua anak kembarnya meninggal, Irish Bella sempat dirawat beberapa hari di rumah sakit.
Apa itu TTTS (Twin-to-Twin Transfusion Syndrome)?
Twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS) adalah penyakit plasenta(atau setelah lahir) yang bisa mempengaruhi kehamilan kembar identik. Twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS) adalah kondisi yang menggambarkan adanya terlalu banyak koneksi darah satu arah, menciptakan ketimpangan aliran darah yang tidak merata antara si kembar. Satu kembar mungkin menerima terlalu banyak darah dan mengalami penumpukan cairan, yang menempatkan beban pada hatinya. Kembar ini kemudian jadi menekan kembar lainnya pada dinding rahim. Di sisi lain, bayi kembar yang satunya kemudian menerima terlalu sedikit darah, akibatnya ia tidak tumbuh dengan baik.
Bayi yang menerima terlalu banyak darah akan mencoba untuk menyingkirkan kelebihan cairan dalam tubuhnya dengan memproduksi lebih banyak urin. Akibatnya, ia akan memiliki terlalu banyak cairan ketuban di sekelilingnya, sementara kembarnya akan memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali.
Namun demikian, sebagian besar bayi kembar yang berbagi plasenta tumbuh normal. Hampir sembilan dari 10 kembar monokorion tidak akan mengalami TTTS. Akan tetapi komplikasi TTTS bisa sangat serius jika tidak diobati.
Penyebab Twin to Twin Transfusion Syndrome
Penyebab pasti TTTS adalah belum diketahui secara pasti. Namun, kelainan selama pembelahan sel telur ibu setelah dibuahi menyebabkan kelainan plasenta yang akhirnya dapat menyebabkan twin to twin transfusion syndrome.
Perkembangan normal kembar identik (monozigot) dimulai dengan pembuahan sel telur ibu (ovum) oleh sperma ayah. Dalam tiga hari pertama setelah pembuahan, sel telur yang dibuahi (zigot) membelah dua menjadi embrio yang sama persis.
Kedua embrio ini dipelihara oleh plasenta yang terpisah (dikorionik) selama kehamilan, yang akhirnya berkembang menjadi dua individu (kembar monozigot) yang memiliki susunan genetika yang hampir identik.
Beberapa faktor yang mungkin memainkan peran terjadinya TTTS adalah:
Sejauh mana plasenta dapat dibagi secara tidak merata oleh janin kembar.
Jenis dan jumlah pembuluh darah penghubung (anastomoses) dalam plasenta.
Perubahan tekanan di dalam rahim ibu (seperti terjadi dengan polyhydramnios atau kontraksi rahim selama persalinan).
Diagnosis Twin to Twin Transfusion Syndrome
Seorang dokter mungkin mencurigai twin to twin transfusion syndrome berdasarkan hasil USG prenatal rutin. Dokter dapat mengonfirmasi diagnosis dengan melakukan pengujian yang lebih rinci untuk mengukur volume cairan ketuban, pengisian kandung kemih dan aliran darah pada kedua janin.
Ketika ada peningkatan cepat volume cairan ketuban, rongga rahim juga mengembang dengan kecepatan yang lebih cepat, di mana kondisi ini menempatkan ibu dalam risiko persalinan prematur dan pemendekan serviks.
Karena alasan inilah, panjang serviks dan aktivitas uterus sangat penting pada semua wanita yang diduga menderita TTTS.
Faktor penting lainnya dalam menentukan prognosis TTTS adalah keadaan disfungsi kardiovaskular pada janin. Inilah sebabnya mengapa diagnosis TTTS akan mencakup pemeriksaan terperinci pada kedua jantung janin.
Beberapa tahapan diagnosis yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis TTTS adalah:
Tahap I: Perbedaan signifikan dalam volume cairan ketuban di kantung masing-masing janin.
Tahap II: Ketidakmampuan untuk melihat kandung kemih bayi yang lebih kecil dengan USG.
Tahap III: Aliran darah abnormal melalui tali pusat atau pembuluh janin di sekitar jantung
Tahap IV: Akumulasi cairan abnormal dilebih dari satu rongga tubuh, juga dikenal sebagai hidrops. Ini dapat terjadi pada satu atau kedua janin.
Tahap V: Kematian satu atau kedua janin kembar.
Bahaya Twin to Twin Transfusion Syndrome pada Kandungan
Selain membuat volume air ketuban abnormal, bahaya TTTS adalah membuat ukuran janin berbeda, mengalami gagal jantung, pembengkakan jaringan lunak, gagal ginjal, hingga menyebabkan kematian janin.
Perlu diketahui, karena pembuluh darah yang menghubungkan sirkulasi kedua janin melintasi plasenta bersama, jika satu janin meninggal, janin lainnya menghadapi risiko kematian yang signifikan atau kerusakan organ-organ vital.
Jika janin lainnya bertahan, ada risiko hingga 40% dari beberapa bentuk cedera otak. Jika tidak segera mendapatkan penanganan, twin to twin transfusion syndrome akan menyebabkan janin meninggal.
Penanganan Twin to Twin Transfusion Syndrome
Tindakan operasi diperlukan untuk menyelamatkan salah satu atau kedua janin, atau gangguan yang bisa mengancam nyawa ibu. Meski salah satu janin bisa meninggal, dokter bisa melakukan tindakan yang bersifat mengobservasi dan pemberian obat, bukan tindakan secara operatif.
Setelah itu, biasanya dokter akan memantau dengan intensif kondisi pembekuan darah ibu sambil memantau janin yang masih hidup. Jika tidak ada masalah pada ibu dan janin, maka tindakan operatif tidak diperlukan sampai usia janin mampu hidup di luar kandungan.
Penanganan lanjutan yang bisa dilakukan oleh dokter terkait TTTS adalah:
1. Memantau kondisi kehamilan
Dalam kasus yang tidak terlalu parah, pembedahan mungkin tidak diperlukan. Dalam hal itu, dokter akan menggunakan ultrasound dan ekokardiografi janin untuk memantau janin di dalam kandungan. Jika kondisi ibu atau janin memburuk, persalinan prematur adalah pilihan yang terbaik.
2. Amnioreduksi (pengurangan cairan ketuban)
Jika kondisi janin di dalam kandungan hanya sedikit terpengaruh twin to twin transfusion syndrome, dokter biasanya akan merekomendasikan amnioreduksi untuk mengalirkan kelebihan cairan ketuban dari kantung janin penerima untuk meningkatkan aliran darah.
Jika amnioreduksi tidak efektif, pasien dapat diberikan opsi untuk melanjutkan dengan selective fetoscopic laser photocoagulation (SFLP), lebih dikenal sebagai operasi laser.
3. Selective fetoscopic laser photocoagulation (SFLP)
Jika kondisi janin sudah terpengaruh twin to twin transfusion, tindakan SFLP bisa direkomendasikan. Prosedur ini melibatkan membuat sayatan kecil di perut ibu dan memasukkan trocar, tabung logam kecil ke dalam rahim.
Dokter bedah kemudian melewati fetoscope (semacam teleskop medis) melalui tabung logam untuk melihat semua koneksi pembuluh darah pada permukaan plasenta yang dimiliki oleh janin kembar.
Setelah semua koneksi pembuluh darah abnormal teridentifikasi, laser diterapkan untuk menutup pembuluh ini dan memutusnya secara permanen. Setelah itu, dokter bedah membuang kelebihan cairan ketuban melalui trocar yang ditempatkan sebelumnya.
Setelah operasi laser, sebagian besar pasien tetap di rumah sakit selama satu hari sampai kondisinya stabil. Ultrasound pasca operasi dan ekokardiografi janin kemudian diulang sekitar lima hari setelah operasi laser untuk menilai kembali kondisi janin.
Informasi kesehatan ini telah ditinjau dr. Jati Satriyo
Sumber:
https://rarediseases.org/rare-diseases/twin-twin-transfusion-syndrome/
https://www.cincinnatichildrens.org/service/f/fetal-care/conditions/twin-twin-transfusion-syndrome
https://fetus.ucsf.edu/ttts
https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/twintotwin-transfusion-syndrome-ttts
Baca Juga :