Memahami Lebih Dalam Tentang Solo dan Surakarta
Kota Surakarta atau yang lebih akrab dengan mana Kota Solo adalah salah satu kota di Jawa Tengah yang sering jadi jujugan untuk berwisata ketika berkunjung ke Jawa Tengah. Namun orang sering mengira Surakarta dan Solo adalah nama dari dua kota yang berbeda.
Sejarah Nama Solo
Kata ‘Solo’ diambil dari nama sebuah tanaman yang sejak dahulu dipercaya banyak tumbuh subur memenuhi wilayah ini yaitu ‘Sala’. Pernyataan mengenai asal-usul istilah tersebut juga didukung oleh hasil penelitian mendalam terhadap satu buah pohon di halaman Keraton Surakarta sekarang.
Pohon tersebut dinyatakan telah berusia lebih dari 255 tahun. Memiliki selisih 11 angka dengan Kota Solo sendiri yang mencapai bilangan umur 266. Sejarahnya, pohon ini berasal dari India dan dipercaya dapat mengatasi kepikunan serta menambah vitalitas.
Penyebutan ‘Sala’ kemudian berubah menjadi ‘Solo’ semenjak para kolonial Eropa memasuki daerah ini. Entah bagaimana, Jadilah pengucapan yang salah tersebut berlanjut terus-menerus pemakaiannya oleh masyarakat setempat, hingga menghilangkan popularitas nama aslinya.
Sejarah Nama Surakarta
Istilah Surakarta dalam Bahasa Jawa terdiri atas dua suku kata. ‘Sura’ memiliki arti tekad dan keberanian untuk menghadapi berbagai rintangan yang akan selalu hadir di masa mendatang.
Sedangkan ‘Karta’ memiliki makna tenteram. Biasanya juga disandingkan dengan kata ‘Hadiningrat’ yang artinya perwujudan dari sebuah kehidupan masyarakat yang makmur, sejahtera dan harmonis.
Istilah ‘Karta’ sendiri, diangkat dari nama keraton sebelum pusat pemerintahan ini dipindahkan, yaitu Kartasura. Penggunaan kembali bagian penyebutan tersebut menjadi bentuk penghormatan sekaligus harapan akan keberkahan para leluhur Mataram masa dahulu.
Nama Surakarta mulai digunakan saat Keraton Surakarta didirikan, tepatnya saat peristiwa bedol keraton dari Keraton Kartasura ke Desa Sala, sebagai kelanjutan monarki Kartasura.
Lalu mengapa nama Solo lebih dikenal dari pada nama Surakarta?
Dalam ranah akar rumput, kata Solo lebih mudah diingat dan diucapkan oleh masyarakat. Terutama bagi khalayak warga luar daerah. Namun lain halnya dengan Surakarta, sering dianggap hanya sebagai sebuah nama Keraton dan berada di tempat berbeda.
Popularitas ini jelas tidak dapat dipisahkan dari kesan yang dibentuknya nama Solo. Bahkan, terdapat di salah satu lagu karya sastra andalah “Bengawan Solo” ciptaan Gesang yang telah diterjemahkan dalam 13 bahasa. Selain itu terdapat juga campursari “Stasiun Balapan” milik Didi Kempot.
Jargon dari kota ini pun juga tak ketinggalan, yaitu “Solo, The Spirit of Java” dan “Solo, The Capital of Batik”.
Jadi kedua istilah tersebut saling melengkapi satu sama lain. Solo menampilkan Surakarta dalam ekspresi yang lunak, bersahabat dan ramah kepada siapapun begitu juga sebaliknya. Keduanya sama-sama merujuk pada kota tua yang sangat historis di Jawa Tengah.
Baca Juga :